Setelah sukses pentaskan “Si Manis Jembatan Merah” di Teater Besar Taman Ismail Marzuki Jakarta pada 27-28 September 2024, Indonesia Kita akan melanjutkan pentas produksi mereka yang ke-42 ini di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, pada 30 Oktober 2024.
Sama seperti halnya pementasan di Jakarta, pentas di kota pelajar ini tetap disutradarai oleh Agus Noor yang juga berperan sebagai penulis skenario. Sejumlah pemain yang tampil di Jakarta juga akan muncul di Yogyakarta, dengan beberapa pemain baru. Dalam pertunjukan di Taman Budaya Yogyakarta ini, tampil Butet Kartaredjasa, Cak Lontong, Akbar Kobar, Denny Chandra, Whani Darmawan, Marwoto, Susilo Nugroho, Inaya Wahid, Sha Ine Febriyanti, Mbah Rani, Joened, dan Wisben. Pertunjukan ini akan diiringi musik dari Orkes Sinten Remen dan dimeriahkan oleh para penari dari DvK Art Movement.
Tema utama pertunjukan ini berangkat tentang kegelisahan akan nilai-nilai berbangsa dan bernegara yang terasa relevan dengan perkembangan situasi politik di hari-hari belakangan ini. Jalinan cerita pertunjukan ini mengisahkan keberadaan sebuah jembatan di suatu kota yang memiliki nilai sejarah penting bagi penduduk di situ. Ada berbagai kenangan yang melekat di jembatan tersebut.
Dari kenangan veteran perang yang kerap menziarahi jembatan tersebut yang pernah dipertahankannya dari serangan musuh, kaum-kaum terpinggirkan yang menggunakan jembatan itu sebagai rumah mereka, hingga keberadaan hantu perempuan yang konon kerap menangis.
Konflik warga terjadi ketika muncul kabar jembatan merah akan dirubuhkan untuk digantikan jembatan lintasan bagi kereta super cepat. Ketika banyak orang mulai jatuh sakit dan bahkan mati, muncul rumor bahwa penunggu jembatan merah meminta tumbal.
Butet Kartaredjasa, sebagai salah satu pendiri Indonesia Kita, menyatakan bahwa lakon kali ini mengajak penonton untuk berefleksi akan makna sejarah bagi perjalanan republik ini.
Kisah tentang jembatan yang terancam dipunahkan ini seolah menjadi metafora akan ingatan-ingatan kolektif yang seolah-olah mulai dibuyarkan secara sengaja maupun tidak sengaja. “Kita ini semakin hari menjadi bangsa yang mudah lupa akan sejarah. Padahal republik ini senang sekali membuat monumen yang bertujuan untuk mengenang perjalanan bangsa meraih cita-cita kemerdekaan. Karena itu, Indonesia Kita berkomitmen untuk tetap berdaya kritis dengan mendayagunakan kebebasan berekspresi yang dijamin undang-undang, inilah upaya kami dalam menghayati ke-Indonesia-an. Dengan pementasan yang berlanjut dari Jakarta ke Yogyakarta pada 30 Oktober ini, akan banyak isu-isu menarik setelah 10 hari pelantikan presiden baru. Apalagi yang menyangkut kebijakan-kebijakan publik. Para pemain Indonesia Kita akan merespon dengan kecerdasan masing-masing," ujar Butet Kartaredjasa.
Seturut dengan pernyataan Butet Kartaredjasa, Agus Noor mengamini bahwa ia mengharapkan lakon yang ditulisnya ini bisa menjadi tengara yang mengingatkan para penggemar seni budaya untuk mengingat perjalanan sejarah yang ditempuh republik ini. “Jembatan Merah di dalam lakon ini menandai perjuangan rakyat dalam mencapai kemerdekaannya. Namun, sering kali kita secara tidak sadar mulai melupakan atau terlupa akan makna di balik monumen-monumen yang bertebaran di sekeliling kita. Pada akhirnya, yang kita ingat hanya mitos dan takhayul-takhayul yang mengaburkan kisah sebenarnya. Dengan penampilan lanjutan di Yogyakarta ini, terutama dengan tambahan pemain baru seperti Mbah Rani, Whani Dharmawan, dan Denny Chandra, lakon ini akan makin gayeng dan seru dalam mengajak penonton untuk menolak lupa,” kata Agus Noor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar