Krisis iklim yang telah terjadi di dunia, termasuk di Indonesia telah berimbas terhadap kehidupan semua makhluk hidup. Kenaikan suhu udara, lautan yang menjadi lebih panas dan menguap lebih cepat dari biasanya bisa mengakibatkan bencana hidrometeorologi yakni bencana yang diakibatkan oleh aktivitas cuaca seperti siklus hidrologi, curah hujan, temperatur, angin dan kelembapan. Akibat krisis iklim juga menyebabkan bencana kekeringan, banjir, badai, kebakaran hutan, longsor, gelombang panas, gelombang dingin, dan lain sebagainya. Karenanya, semua pihak harus peduli dengan ancaman krisis iklim dan upaya pengurangan resiko yang bisa dilakukan.
Kekhawatiran resiko dan gagasan untuk pengurangan resiko akibat perubahan iklim itu mengemuka dalam diskusi "Kolaborasi & Perencanaan Aksi Antisipatif-Kolaboratis Berbasis Masyarakat untuk Penanganan Krisis Iklim" yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Istimewa Yogyakarta bekerjasama dengan Ford Foundation dan Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementrian Dalam Negeri.
Sejumlah pembicara yang hadir dalam forum diskusi tersebut adalah ; Dr. Dra. Erliani Budi Lestari, M.Si (Direktur Singkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementrian Dalam Negeri), Kurniawan Adi Saputro, Ph.D (Peneliti), Chandra Budi Santoso, SIP, MPA (Bappeda DIY), dan Suparlan, S.Sos.I, MA, C.EIA (FPRB DIY), dengan moderator Jodi Frency, ST, MM (Ditjen Banda Kemendagri).
"Saya mengapresiasi program yang dijalankan oleh PKBI DIY bersama Ford Foundation tentang peran perempuan dan disabilitas dalam perubahan iklim di Yogyakarta. Ini bisa menjadi pilot project yang bisa dikembangkan di provinsi lain di Indonesia." Ujar Dr. Dra. Erliani Budi Lestari, M.Si, Direktur Singkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementrian Dalam Negeri.
Peneliti PKBI DIY, Kurniawan Saputro, Ph.D menyatakan bahwa krisis iklim mendekati multikrisis karena akan berimplikasi terhadap situasi kesehatan masyarakat, ketersediaan pangan, dan krisis pemukiman/perpindahan penduduk.
"Situasi krisis ini tidak harus menunggu bencana terjadi, sekarang ini sudah terjadi. Belakangan kita mengeluh tentang anomali cuaca yang gak menentu ini." Kata Kurniawan Saputro.
Sementara Chandra Budi Santoso, dari Bappeda DIY menyatakan bahwa resiko bencana di Daerah Istimewa Yogyakarta meningkat seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, cuaca ekstrim, erupsi merapi, gempa, tanah longsor, gelombang ekstrim dan abrasi cukup tinggi.
"Kita perlu melakukan aksi antisipatif, berupa serangkauan tindakan preventif yang diambil oleh pemerintah dan masyarakat untuk mengantisipasi bencana yang bisa kita predisksi." Kata Chandra Budi Santoso.
Lebih lanjut Chandra memberikan contoh langkah antisipatif yang bisa dilakukan oleh pemerintah kalurahan melalui legislasi, kelembagaan dan pendanaan. Pada legislasi misalnya Peraturan Kalurahan tentang Rencana Kontinjensi Hidrometeorologi dengan tujuan mengurangi dampak kerugian serta kerusakan yang timbul akibat bencana.
Suparlan dari Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan bahwa tidak ada satupun kabupaten/kota di Indonesia yang bebas dari ancaman bencana. Apalagi ditengah situasi krisis iklim yang tengah terjadi.
"Kita semua butuh rencana kerja adaptasi, mitigasi, dan aksi antisipasi krisis iklim." Ujar Suparlan.
Dalam penjelasannya, Suparlan memberikan contoh tentang aksi antisipasi misalnya setiap kalurahan mampu memetakan jenis ancaman, potensi wisalah dan risiko tinggi, dampak/risiko yang diprioritaskan, sumber informasi peringatan dini, biaya yang dibutuhkan, dan lain-lain.
Forum diskusi yang diikuti oleh sejumlah aktivis perempuan PKBI DIY, media, perwakilan 5 (lima) Kalurahan di DIY, Badan Penanggulangan Bencana daerah se DIY, Organisasi Disabilitas di DIY, dan sejumlah Organisasi Pemerintah Daerah mitra PKBI DIY ini merumuskan sejumlah gagasan aksi bersama/kolaborasi untuk penanganan krisis iklim di Daerah Istimewa Yogyakarta yang inklusif dan berbasis masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar